MA-MA.ID, Ambon: Kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota saat ini sedang dalam tahapan uji coba. Kebijakan tersebut memberi peluang kepada investor di dalam dan luar negeri untuk memanfaatkan sumber daya ikan pada zona-zona industri melalui perizinan khusus berjangka 15 tahun. Uji coba perizinan khusus dilaksanakan pada tiga pelabuhan, yakni Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Tual di Maluku, PPN Ternate di Maluku Utara dan PPN Kejawanan di Jawa Barat.
Dari kebijakan tersebut, Pemerintah menargetkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 12 triliun pada 2024 atau meningkat Rp 1 triliun dari tahun 2021. Sebelumnya, Kepmen KP No. 19 Tahun 2022 tentang Estimasi Potensi Sumber daya Ikan telah menunjukkan fakta bahwa tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di sebagian besar Wilayah Penangkapan Perikanan di Indonesia telah menunjukkan status eksploitasi penuh (fully exploited) dan eksploitasi berlebih (over exploited).
Keputusan Menteri KKP tersebut semestinya menjadi patokan dalam penyusunan kebijakan perikanan tangkap agar lebih berkelanjutan.
“Kelompok sumber daya ikan pelagis besar, udang penaeid, lobster dan rajungan di semua WPP RI sudah mengalami fully exploited dan over exploited. Tidak ada lagi yang berstatus moderate. Dengan kondisi WPP di Indonesia sebagian besar mengalami perikanan tangkap berlebih, maka diperlukan kebijakan keberlanjutan yang kuat atau strong sustainability,” tegas coordinator Koalisi NGO untuk Perikanan dan Kelautan berkelanjutan (KORAL), Mida Saragih dalam diskusi bersama awak media di Basnuf Café kota Ambon, Selasa (27/09).
“Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam merumuskan kebijakan perikanan tangkap harus betul-betul memperhatikan dan melaksanakan mandat konstitusi negara. Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 mengamanatkan tiga prinsip penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional tidak terkecuali di bidang perikanan. Pertama, keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam proses produksi nasional. Kedua, keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam menikmati hasil produksi nasional; dan ketiga, penyelenggaraan produksi dan pembagian hasil-hasilnya harus memperhatikan prinsip berkelanjutan dan wawasan lingkungan. Berlandaskan pada konstitusi RI, Pemerintah perlu menunjukkan keberpihakan pada keberlanjutan sector perikanan tangkap, sekaligus keberpihakan kepada nelayan skala kecil,” lanjut Mida.
Sumber daya perikanan masuk ke dalam kategori sumber daya berkarakter milik bersama (common pool resources). Dalam konteks ini, pemanfaat yang memiliki motivasi hanya untuk mendapatkan manfaat akan terus melakukan eksploitasi dan memicu pada eksploitasi sumber daya perikanan tangkap secara berlebihan. Dan selanjutnya akan memacu konflik dalam pemanfaatan sumber daya perikanan yang ada.
Kita membutuhkan kepemimpinan dan pengawasan negara dalam mengendalikan pemanfaatan dan permintaan ikan. Kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota jangan sampai mengulang kegagalan Indonesia dalam pengelolaan sumber daya ikan dengan memberikan akses khusus bagi pemodal di zona tertentu. KORAL mengkhawatirkan dampak lanjutan terjadinya eksploitasi penuh di seluruh WPP di Indonesia, terlebih saat ini pengawasan perikanan tangkap di Indonesia masih lemah dan perlu diperkuat sebagai prasyarat utama untuk berjalannya kegiatan perikanan tangkap di Indonesia.
Dalam menjalankan kebijakan perikanan tangkap, KKP menjalankan fungsi pengawasan dan monitoring secara reguler terhadap jumlah pemanfaatan ikan dan keuntungan melalui sebaran perizinan penangkapan ikan dan kondisi sumber daya perikanan agar pemanfaatan ikan dapat terkendali baik secara biologi dan ekonomi. Ada atau tidak adanya kebijakan PIT, fungsi pengawasan dan monitoring ini harus diselenggarakan oleh KKP. Selanjutnya perlu mendorong menjalankan langkah nyata untuk WPP dengan tingkat pemanfaatan ikan over exploited, KKP sudah saatnya mendorong kebijakan moratorium, mengurangi trip penangkapan dan melarang alat tangkap merusak. (M)