MA-MA.ID: Kurikulum Merdeka telah diluncurkan oleh pemerintah sejak Februari 202 lalu. Dalam implementasinya, kurikulum ini berfokus pada materi yang esensial dan pengembangan karakter Profil Pelajar Pancasila.
Meski beberapa sekolah sudah menerapkan Kurikulum Merdeka, namun masih banyak miskonsepsi atau kesalahpahaman terkait pelaksanaannya.
Dalam hal ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluruskan beberapa miskonsepsi yang kerap muncul.
Dikutip dari Instagram resmi Direktorat SMP Kemendikbudristek pada Selasa (2/8/2022), berikut 5 miskonsepsi pada Kurikulum Merdeka.
1. Ganti Kurikulum Adalah Tujuan
Miskonsepsi yang pertama adalah “ganti kurikulum merupakan tujuan”. Padahal, yang ingin ditekankan di sini adalah bagaimana melihat Kurikulum Merdeka ini adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan pemulihan pembelajaran.
Apabila kita memandang ganti kurikulum sebagai tujuan maka hal yang terjadi adalah kita akan disibukkan dalam urusan administratif seperti ganti istilah atau ganti format dokumen. Jadi, jangan memandang ganti kurikulum sebagai tujuan utama.
2. Terdapat Penerapan Kurikulum Merdeka yang Benar atau Salah Secara Absolut
Banyak yang memiliki persepsi bahwa terdapat penerapan Kurikulum Merdeka yang benar ataupun salah secara absolut. Karena setiap satuan pendidikan mempunyai karakteristik yang berbeda, tentunya Kurikulum Merdeka yang diterapkan sebuah sekolah akan berbeda dengan sekolah lainnya. Hal ini menyebabkan benar atau salahnya penerapan kurikulum bukanlah absolut, melainkan kontekstual.
Kriteria utama dari penerapan Kurikulum Merdeka adalah bagaimana implementasi yang dilakukan bisa menstimulasi tumbuh kembang karakter dan juga kompetensi peserta didik. Guru menjadi salah satu elemen yang dapat mengetahui keberhasilan dari implementasi Kurikulum Merdeka yang telah dilakukan.
3. Harus Menunggu Pelatihan dari Pusat
Dalam implementasi Kurikulum Merdeka, masih banyak yang mengira bahwa harus menunggu pelatihan dari pusat terlebih dulu untuk bisa menerapkan Kurikulum Merdeka. Kemendikbudristek percaya bahwa satuan pendidikan dan juga guru bisa mengambil inisiatif untuk mengembangkan kapasitasnya secara mandiri.
Peran Kemendikbudristek dalam implementasi Kurikulum Merdeka adalah menyediakan perangkat-perangkat pembelajaran yang bisa digunakan oleh guru dan sekolah secara mandiri untuk meningkatkan kapasitas di masing-masing konteks. Jadi, tidak ada pelatihan yang seragam untuk peningkatan kapasitas. Semuanya harus mencoba untuk memahami dan menerjemahkan secara mandiri untuk konteksnya masing-masing.
4. Proses Instan
Miskonsepsi selanjutnya adalah bahwa dalam proses belajar mengimplementasikan Kurikulum Merdeka ini seolah-olah bisa dilakukan secara instan. Nyatanya tidak ada proses belajar yang instan, terlebih lagi untuk hal yang sekompleks penerapan kurikulum baru untuk mengubah cara kita mengajar di dalam kelas.
Jadi, implementasi Kurikulum Merdeka pasti membutuhkan proses. Akan ada maju-mundur ataupun turun-naiknya. Hal yang terpenting adalah para guru dan juga sekolah tidak pernah berhenti berproses, serta terus merefleksikan diri untuk memperbaiki proses yang telah dijalankan.
5. Hanya Bisa Diimplementasikan di Sekolah dengan Fasilitas Lengkap
Miskonsepsi yang terakhir adalah seolah-olah Kurikulum Merdeka hanya dapat diimplementasikan pada sekolah yang memiliki fasilitas lengkap. Ini adalah keliru karena Kurikulum Merdeka adalah kurikulum yang fleksibel sehingga bisa dioperasionalkan menjadi kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan di sekolah mana pun, termasuk sekolah dengan fasilitas minim.
Jadi, semua sekolah bisa mengimplementasikan Kurikulum Merdeka tanpa perlu memikirkan apakah fasilitas yang ada sudah memadai atau belum. Hal yang terpenting adalah kesiapan dan juga dukungan seluruh warga sekolah dalam penerapan Kurikulum Merdeka.(M)
Sumber: Kemdikbud