MA-MA.ID, Ambon: Semangat Lukas Batlayeri untuk menimba ilmu patut diacungi jempol.
Lukas Batlayeri tetap bersemangat menjalani kuliah sambil bekerja jadi pengembala sapi milik dosennya.
Lukas Batlayeri merupakan mahasiswa Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pattimura (Unpatti).
Sebagai mahasiswa, Lukas Batlayeri tentu punya kesibukan yang sama dengan mahasiswa lainnya.Namun selain kuliah dan mengerjakan tugas, dia juga jadi pengembala sapi. Pagi-pagi sekali pada pukul 05.30 WIT, ia harus bergegas keluar dari indekosnya, Kamis (7/7/2022).
Ia meninggalkan indekosnya, tampak membawa arit menuju lapangan. Pagi-pagi itu, Lukas harus memberi makan 30 ekor ternaknya.
Sambil memberi makan sapinya dan juga mencari area yang sudah tumbuh rumputnya untuk sapi-sapi lainnya yang belum makan.
Ia harus pagi-pagi mengurus sapinya agar tidak kelaparan, layaknya mahluk lainnya sedang lapar jika pagi hari.
Rutinitas itu, sudah dilakukam Lukas selama lima tahun lamanya. “Sudah lima tahun jadi pengembala sapi,” kata Lukas.
Karena dari hasil mengembala sapi itulah, Lukas bisa membiayai perkuliahannya. Diketahui sapi-sapi itu, milik dosennya. Awalnya, dosen itu, sedang mencari tenaga untuk menggembala sapi-sapinya. Luki sapaan akrabnya lalu diperkenalkan oleh seorang kawan kepada dosen tersebut.
“Awalnya dari teman yang perkenalkan ke dosen, tapi karena sapi yang masuk banyak, lalu yang jaga pulang kampung, akhirnya dosen tersebut menghubungi saya untuk menjaga sapi-sapi tersebut,” ujar dia.
Sejak saat itu, setiap pagi dan sore, Luki menarik sapi-sapi menuju lapangan dengan rumput yang masih segar untuk diberi pakan, di lingkungan kampus Unpatti.
Luki pun mengaku, sempat merasa gengsi saat memulai menggembalakan sapi-sapi di lingkungan kampus Unpatti.
Apalagi dengan predikatnya sebagai seorang mahasiswa MIPA Biologi yang juga cukup menonjol diantara teman-teman seangkatannya.
Namun, setelah terbiasa dengan pekerjaan itu, Luki pun menghilangkan gengsi dan rasa malu tersebut, dengan tujuan dapat membiayai sendiri kebutuhan hidup dan kuliahnya di Kota Ambon yang jauh dari kedua orang tuanya ini.
“Awalnya memang ada rasa malu dan gengsi, apalagi kalau pakai celana pendek tarik-tarik sapi lewat gerombolan mahasiswa, tapi lama-lama terbiasa, toh kalau dipikir-pikir kenapa harus malu, kan kuliah sambil cari kerja, dan tidak hanya mengharapkan uang dari orang tua, apalagi sudah semester akhir begini,” ucapnya.
Menurut Luki, tak dibutuhkan keahlian khusus dalam menggembalakan sapi-sapi tersebut setiap harinya.
Pasalnya sapi-sapi itu tergolong jinak dan ia pun sudah sangat mengenal karakter setiap sapi yang dirawatnya.
“Kalau mau dibilang keahlian khusus sih tidak perlu, karena sapi-sapi ini bukan sapi liar, cuma memang sudah beda pemilik, jadi saya menyesuaikan saja dengan karakter sapi-sapi,” jelasnya.
Ia berpendapat, selama seseorang mencintai pekerjaannya maka orang tersebut akan menikmati setiap rutinitas pekerjaan yang dilakukan.
“Kalau kita mengerjakan sesuatu yang kita cintai, maka kita akan menikmati pekerjaan itu setiap hari,” tandasnya.
Dari menggembala sapi tersebut, Luki diupah mulai dari Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu setiap minggunya, itupun diluar uang makan yang juga sudah ditanggung pemilik sapi setiap harinya.
Bahkan terakhir, ia dihadiahi satu unit motor bekas oleh pemilik sapi, untuk dipakainya pribadi.
Upahnya pun dipakai untuk kehidupannya sehari-hari, biaya kuliah dan ditabung serta dikirimkan ke orangtuanya di kampung.
Beruntung, menjelang Idul Adha seperti saat ini, permintaan sapi kurban semakin banyak, dan Luki pun mendapatkan sedikit bagian dari setiap penjualan 1 ekor sapi.
Satu ekor sapi dibanderol mulai dari Rp 7 juta hingga Rp 17 juta, tergantung berat dan ukuran, harga tersebut bisa berubah pada hari raya idul adha nanti.
Hingga saat ini, sapi kurban yang digembalakannya sudah banyak yang laku terjual. (*)
Sumber: TribunAmbon.com