MA-MAM.ID: Pemerintah telah menergetkan hasil dari program Merdeka Belajar Kampus Berdeka (MBKM) yang kini mulai diberlakukan. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kemendikbudristek, Nizam menyebut salah satu tujuan besar program MBKM adalah melahirkan sejumlah inovasi.
“Kami ingin mendorong kampus melahirkan produk-produk merah putih dan ini butuh keberpihakan secara nasional untuk mengembangkan produk-produk unggulan buatan dalam negeri,” ujar Nizam saat menjadi pembicara dalam program Fellowship Jurnalisme Pendidikan Batch 3 yang digelar Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) bekerja sama dengan Paragon Technology and Innovation, Senin, 1 November 2021.
Ia menjelaskan, perguruan tinggi yang diharapkan bisa menjadi mata air pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta produk merah putih, akan difokuskan pada pengembangan Iptek hijau (berorientasi sustainable development), Iptek biru (berbasis sumber daya maritim), akselerasi transformasi digital (industry 4.0) dan pemulihan ekonomi pasca pandemik dan pariwisata.
Menurut Nizam, perguruan tinggi di Indonesia saat ini sudah melakukan sejumlah riset dan pengembangan karya-karya inovatif. Di antaranya, ada sejumlah produk kendaraan listrik merah putih hasil riset dan pengembangan dari perguruan tinggi.
“Ada Gesits 2020, motor skuter listrik buatan ITS yang saat ini sudah menjadi raja jalanan di Papua dan sudah masuk ke pasar ekspor. Harga motornya memang agak mahal, Rp30 juta-an, tapi kalau dihitung operasionalnya itu murah sekali, Rp2.000 (tarif listrik per KWH saat charge baterai) per 50 kilometer. Jadi dalam waktu 1 tahun itu, punya Gesits lebih murah daripada punya motor bahan bakar bensin,” ujar Nizam.
Selain itu, ada pula mobil listrik buatan anak bangsa, yakni Fin Komodo Bledhex, hingga medium e-bus buatan anak-anak ITB. Selanjutnya UNS – Pertamina juga tengah mengembangkan miniplant pabrik baterai Lithium; UGM – Pertamina: melakukan riset recycle dan recovery lithium dari spent battery; ITB, UI, UGM, UPNV – Pertamina, melakukan pengembangan geothermal. Kemudian pengembangan laptop merah putih juga sedang dilakukan dengan konsorsium ITB, UGM, ITS, dan UI serta banyak lagi pengembangan Iptek lainnya.
Dengan pengembangan riset dan teknologi ini, Nizam berharap Indonesia sebagai negara yang memiliki pangsa pasar besar, ke depannya tidak hanya sekadar menjadi tukang rakit, sementara semua lisensi milik asing. Akibatnya, nilai tambah yang besar dinikmati pemilik teknologi.
Untuk menghilirkan dan menghulukan inovasi ini, lanjut Nizam, butuh kolaborasi kampus, industri pemerintah, dunia perbankan dan media massa. “Kami harapkan media dapat membantu mengubah mindset masyarakat untuk investasi di pendidikan dan mengubah mindset industri untuk investasi di dunia riset dan pengembangan,” ujarnya.
Saat ini, Ditjen Dikti sudah menyediakan platform kedaireka.id, suatu inisiatif Kemendikbudristek memacu kolaborasi perguruan tinggi dan dunia usaha-dunia industri (DUDI).
“Lewat platform ini, kami mengajak industri masuk ke kampus, menyelesaikan berbagai permasalahan. Jadi platform ini seperti biro jodoh perguruan tinggi-DUDI. Kami libatkan industri sejak awal untuk tahu apa yang mereka butuhkan, karena kalau mengetuk pintu industri satu per satu, susah sekali membawa produk-produk ini,” ujarnya.
Namun, ujar Nizam, upaya-upaya pengembangan ristek yang ia beberkan di atas tidak akan ada artinya tanpa keberpihakan seluruh pihak.
“Untuk itu harus mulai dari satu hal, yakni bangga buatan Indonesia. Itu yang harus kita bangun. Itu yang dilakukan Jepang 50 tahun yang lalu, tahun 70-an di Jepang tidak ada mobil selain buatan dalam negeri. Itu juga yang dilakukan Korsel 30 tahun lalu. Nah, di Indonesia ini, sayangnya tidak satu pun mobil merah putih yang lalu lalang di jalan raya kita” tuturnya.
Ia mengingatkan, bangga memakai produk lokal merupakan modal awal dari kedaulatan ekonomi, teknologi dan inovasi. “Jadi mari bersama-sama menggerakkan kesadaran masyarakat untuk bangga dengan produk merah putih. Jangan memandang produk kita inferior,” ujar Nizam. (tempo/pm)